KANDANGAN, narasipublik.net – Jajaran Polres Hulu Sungai Selatan (HSS) berhasil membongkar kasus penyelewengan pupuk bersubsidi, di Desa Pahampangan, Kecamatan Padang Batung.
Tidak tanggung-tanggung, barang bukti yang berhasil diamankan Polres HSS ada sebanyak 29,4 ton pupuk bersubsidi disebuah toko dan gudang yang terdiri dari pupuk jenis Urea dan NPK Phonska.
Kapolres HSS, AKBP Muhammad Yakin Rusdi mengatakan, pengungkapan kasus penyelewengan pupuk bersubsidi ini merupakan dukungan terhadap program ketahanan pangan yang telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dimana pupuk bersubsidi menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam upaya peningkatan hasil pertanian, khususnya bagi masyarakat Kabupaten HSS.
“Pengungkapan kasus ini dilakukan pada Kamis 14 November sekitar pukul 12.30 WITA, di gudang milik HAR di Jalan Harias Desa Pahampangan,” ucap AKBP Muhammad Yakin Rusdi, Kamis (21/11/2204).
Diterangkan lebih lanjut, modus penyelewengan pupuk bersubsidi yang dilakukan pelaku sendiri yakni dengan menjual kembali pupuk tersebut di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) di sebuah toko yang tidak resmi dari distributor.
“Barang bukti yang kita amankan berupa 14 karung pupuk subsidi Urea, 568 karung Pupuk NPK Phonska dengan jumlah nominal sebesar Rp69 juta,” tutur Kapolres HSS.
Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku mendapatkan pupuk bersubsidi tersebut dari petani dan (DY) oknum kepala gudang disalah satu perusahaan di Kabupaten Tapin.
“Pelaku membeli pupuk bersubsidi seharga Rp150 ribu sampai Rp175 ribu per karung, dan dijual kembali dengan keuntungan Rp35 ribu setiap karungnya,” tandas AKBP Yakin.
Susuai dengan Pasal 110 jo Pasal 36 jo Pasal 35 Ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2024 tentang perdagangan jo Pasal 2 Ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang perubahan atas peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang penetapan pupuk bersubsidi sebagai barang dalam pengawasan jo Pasal 34 Ayat 2, Ayat 3 jo Pasal 32 Ayat 2, Ayat 3 Permendag Nomor 4 Tahun 2023 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian.
“Ancaman hukumannya maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5 miliar,” paparnya.
Sementara itu, hingga saat ini pihak kepolisian setempat masih belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyelewengan pupuk bersubsidi kali ini, hal itu lantaran masih dalam kasus penyidikan.
“Setelah proses penyidikan selesai, kami akan secepatnya mengumumkan siapa saja yang menjadi tersangka dalam kasus ini,” pungkasnya.